Senin, 02 Mei 2011

Nasab, Nama, Kunyah dan Laqab Imam Syafi’i

Saya (Al Hafidz Imam Ibnu Hajar al Asqalani rahimahullah) pernah membaca pada Abu al Abbas al Lu’luiy dari al Hafidz Abu al Hajjaj al Muzanni, dikabarkan kami oleh Yusuf bin al Mujawir, dikabarkan kepada kami oleh Abu al Yaman al Kindy, dikabarkan kepada kami oleh Abu Manshurdalam kitabnya al Qazzas, dikabarkan kepada kami oleh Abu Bakar bin Tsabit, dikabarkan kepada kami oleh Muhammad bin Abdul Malik al Qurasyi, dikabarkan kepada kami oleh Abbas al Bandar, dikabarkan kepada kami olehMuhammad bin al Husain az Za’farany, dikabarkan kepada kami oleh Zakaria bin Yahya as Sajiy dalam kitabnya Manaqib asy syafi’i, saya mendengar Ahmad bin Muhammad bin Hamid al Hadawiy al Jahmiy an Nassabah mengatakan, ”Asy Syafi’i adalah Abu Abdillah Muhammad Ibn Idris bin al Abbas bin Utsman bin Syafi’ bin as sa’ib bin Ubaid bin Abdu Yazid bin Hasyim bin al Muththalib bin Abdu Manaf bin Qushay. Nasanya bertemu dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassallam pada Abdu Manaf.

Dan telah dikabarkan kepada kami oleh Ibrahim bin Daud secara lisan, dikabarkan kepada kami oleh Ibrahim bin Ali al Quthbiy, dikabarkan kepada kami oleh an Nahbib dari Abu al Makarim al Labban, dikabarkan kepada kami oleh Abu Ali al Haddad, dikabarkan kepada kami oleh Abu Nu’aim, dikabarkan kepada kami oleh Ibrahim bin Abdullah, dikabarkan kepada kami oleh Muhammad bin Ishaq ats Tsaqafiy, ia berkata : dan diceritakan kepada kami oleh Ahamd bin Ishaq, diceritakan kepada kami oleh Abu ath Thayyib Ahmad bin rauh, dan redaksi ini adalah darinya, keduanya berkata : diceritakan kepada kami oleh az Za’faraniy, dia berkata,”Abu Abdullah Muhammad bin Idris dan sampai nasabnya kepada Abdu Manaf sama seperti itu.”
al Muththalib dan Hasyim, adalah dua putra kandung Abdu Manaf yang saling bersahabat. Persahabatan itu berlanjut pada anak-anak mereka berdua. Kepada al Muththalib inilah disandarkan al Muththlib, kakek Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam, dalam sebuah kisah yang dipaparkan oleh Ibn Ishaq dan yang lainnya yang ringkasnya adalah bahwa Hasyim bin Abdu Manaf menikah dengan seorang wanita penduduk Madinah dari suku Khazraj, kemudian lahirlah syaibah al hamd, lalu ia ikut ibunya, sedang Hasiym keluar ke negeri Syam sebagai pedagang, lalu meninggal di Ghasah. Setelah itu al Muththalib datang ke Madinah, disana dia menemukan Syaibah al hamd telah tumbuh besar, maka diapun membawanya ke Mekkah dan masuk ke kelompoknya. Sebagian orang mengatakan : Ini adalah Abdul Muththalib (budak al Muththalib), lalu nama itu menjadi dominan padanya. Menurut pendapat lain, sesungguhnya disebut Abdul Muththalib karena al Muththalib adalah yang mengasuhnya. Sebab di zaman jahiliyah dulu setiap orang yang mengasuh seorang anak yatim, maka anak yatim itu akan dipanggil sebagai hambanya. Wallahu a’lam.

Abdul Muththalib terus menerus bersama pamannya, al Muththalib sampai pamannya itu meninggal dunia. Al Muththalib memberi nama putranya, Hasyim, yang merupakan nama dari saudaranya karena kecintaannya pada saudaranya itu. sAl Muththalib mempunyai beberapa orang anak selain Hasyim, diantaranya al Harts, Makhramah, ‘Abbad, Alqamah, dan Abdi Yazid. Al Harts adalah ayah Ubaidah bin al Harts yang syahid pada perang Badar, tepatnya meninggla seusai pertempuran dan dimakamkan di ash Shafra. Beliau pernah bertanding dengan Syaibah bin Rabi’ah. Dalam duel tersebut mereka saling pukul yang berakhir dengan terbunuhnya Syaibah bin Rabi’ah, sedangkan kaki Ubaidah terpotong, lalau dibawanya dia kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam seraya berkata, ”Wahai Rasulullah, seandainya Abu Thalib masih hidup, sehingga menyaksikan kebenaran ucapannya.”
Dan kita tunduk kepadanya
Sehingga berperang bersamanya
Kita lupakan anak-anak dan istri kita

Ubaidah adalah anak tertua keluarga Abdu Manaf yang bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Kedua saudaranya, Ath Thufail  dan Al Husain merupakan sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Ath Thufail hidup sampai masa kekhalifahan Usman bin Affan radhiyallhu anhu. Sedangkan Makhramah adalah ayah dari al Qasim, ash shalt, dan Qais. Mereka juga termasuk sahabat. Qais hidup sampai masa kekhalifahan Abdul Malik dan kepemimpinan Mekkah diserahkan kepadanya. Juhainah bin ash Shalt juga seorang sahabat. Dialah yang bermimpi di Juhfah pada saat orang Quraiy menuju Badar. Adapun Abbad adalah kakek Masthah bin Atsatsah bin Abbad bin al Muththalib, salah seorang yang turut serta dalam perang Badar. Beliau memiliki kisah bersama Abu Bakar dan Aisyah. Dia hidup sampai masa khalifah Usman bin Affan. Sedangkan Alqamah adalah ayah dari Abu Naqbah. Nama beliau adalah Abdullah yang juga seorang sahabat. Begitu juga kedua putranya, al Hudaim dan Janadah yang keduanya mati syahid dalam peperangan Yamamah di masa kalifah Abu Bakar.

Adapun Abu Yazid, ibunya bernama asy Syifa’ binti Hasyim bin Abdu Manaf. Beliau disebut sebagai orang yang suci tanpa aib. Dan menurut satu pendapat, beliau juga seorang sahabat. Diantara putranya adalah Ubaid yang masuk dalam nasab asy Syafi’i. Demikian pula Rakanah, ‘Ujair dan ‘Umaim. Rakanah dan Ujair juga termasuk sahabat. Rakanah yang oernah berduel dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Diantara putranya adalah Yazib bin Rakanah. Dan termasuk dalam keluarga mereka adalah Abdullah bin Ali bin as Sa’ib bin Yazid bin Rakanah yang pernah meriwayatkan hadits, dan putra Ubaid bin Abdu Yazid adalah as Sa’ib bin Ubaid yang mirip dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Hal ini disebutkan oleh az Zubair bin Bakkar dan ditakhrij kan oleh al Hakim didalam manaqib asy Syafi’i lewat jalan Iyas bin Mu’awiyah dari Anas, ia berkata, “Suatu hari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pernah berada dalam suatu kemah besar, tiba-tiba datang kepadanya as Sa’ib bin Ubaid bersama anaknya Syafi’ bin as Sa’ib, lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memandanginya seraya berkata : Termasuk kebahagiaan  seseorang adalah adanya kemiripan dengan ayahnya.”

Juga telah ditakhrij kan oleh al Hakim lewat jalan Muhammad bin Abdullah bin Muhammad bin al Abbas bin Utsman bin asy Syafi’ bin Sa’ib, ia berkata, “Saya pernah mendengar ayahku, “ As Sa’ib mengeluh.” Maka Umar pun berkata, “Ayolah kita menjenguknya karena dia termasuk sesepuh Quraisy. Dan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pernah berkata pada saat ia dihadapkan kepada beliau dan paman beliau yaitu Abbas, “Ini adalah saudaraku dan saya adalah saudaranya.”



Disebutkan oleh al Khatib dari al Qadhi Abu ath Thayyib  ath Thabary bahwa as Sa’ib pada saat Peperangan Badar yang ketika itu sebagai Penyangga Bendera Bani Hasyim , dia disandera dan menebus dirinya lalu masuk Islam. As Sa’ib mempunyai dua putra, yaitu Abdullah dan Syafi’. Mengenai Abdullah ini, al Hakim men takhrij kan lewat Abu al Fadhl Ahmad bin Salmah, saya telah mendengar Muslim bin al Hajjaj berkata : Abdullah bin as Sa’ib pernah menjabat sebagai Wali kota Mekkah. Dia adalah saudara Syafi’. Al Khatib dan al Qadhi Abu Thayyib juga menyebutkan bahwa dia telah bertemu Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pada masa remajanya. Sedangkan Utsman bin Syafi’ hidup sampai masa Khalifah Abu al Abbas as Sifah. Nama beliau juga tersebut ddi dalam kisah Bani al Muththalib ketika as Sifah ingin mengeluarkan mereka dari lima bersaudara dan memisahkannya kepada bani Hasyim, lalu Utsman bertindak dalam hal ini sehingga mengembalikannya kepada apa yang telah ada pada zaman nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Hal tersebut dipaparkan oleh al Abiry di dalam Manaqib asy Syafi’i dengan sanadnya , dimana Ibn Ishaq berkata : Bani al Muththalib, baik yang muslim maupun yang kafir berada bersama (dipihak) Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan bersama Bani Hasyim, berbeda dengan semua marga Quraisy yang lain. Itulah sebabnya katika Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam membagi lima bagian Dzawil Qurba antara Bani Hasyim dan bani al Muththalib, datang kepada beliau Utsman bin Affan bin Abu al ‘Ash bin Umayyah bin Abdu Syamsi bin Abdu Manaf dan Jubair bin Muth’im bin ‘Ady bin NAufal bin Abdi Manaf, lalu keduanya berkata, “Wahai Rasulullah, engkau telah memberikan kepada saudara-saudara kami dari al Muththalib dan tidak memberikan kepada kami, padahal kami masih satu kerabat.” Ini menunjukkan bahwa Hasyim, al Muththalib, Abdu Syams, dan Naufal adalah bersaudara. Sedangkan Bani Hasyim, tidak dipungkiri lagi keutamaan mereka disisimu. Maka beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda : Sesungguhnya Bani Hasyim dan Bani al Muththalib tidak lain adalah satu kesatuan.

Dan dalam redaksi yang lain, beliau mengatakan, “Mereka tidak meninggalkan kita di masa jahiliyah maupun Islam.” Ini menunjukkan masuknya mereka bersama bani Hasyim dalam syi’ib (lembah) ketika mereka dikepung oleh Quraisy agar menyerahkan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam kepada mereka. Kisah tersebut sangat masyhur dalam sirah nabawiyyah. Hadits ini dikeluarkan dalam Shahih Bukhari dan Sahih Muslim serta yang lainnya, dari berbagai jalan sampai az Zuhry dan Muhammad bin Jubair bin Muth’im. Dan kami telah meriwayatkan lewat Abu al Yaman dari Syu’aib dari az Zuhry, dia berkata , “Abu bakar bin Sulaiman bin Abu Hatsmah (salah seorang ulama Quraisy) mengatakan : Sampai berita kepada kami bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, ”janganlah kalian mengajari Quraisy, melainkan belajarlah darinya, janganlah kalian berada di depan mereka dan jangan pula tertinggal dari mereka.”